Pesantren dengan sistem salafi telah membuktikan diri sebagai lembaga pendidikan yang kokoh dan mapan yang berorientasi dalam ta'lim wa ta'allum. Mampu merespon berbagai permasalahan-permasalahan aktual yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dengan penuh tanggung jawab agar prosesnya benar-benar sistematis, terarah dan akurat.
Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut, di pesantren dikaji berbagai macam kitab-kitab fiqh yang populer yang banyak didominasi oleh fiqh al Syafi'iyyah, mulai dari kitab-kitab matan seperti Fathul Qoqrib, Fathul Mu'in, Fathul Wahhab, Minhaj al Tholibin atau kitab-kitab Syarah dan Hasyiyah seperti Hasyiyah al Bujairamiy 'ala al kothib, Hasiyah Al Jamal, I'anah al Tholibin, Mughni al Muhtaj, Raudlah al Tholibin dll. Kenyataan ini tidak berarti bahwa tradisi keilmuan pesantren terbatas pada disiplin fiqh saja, tapi juga mencakup disiplin ilmu lainnya seperti Tafsir, hadits, akidah (ushuluddin), tasawwuf, akhlaq, sastra arab (nahwu, sharaf, balaghoh) dll. Kitab-kitab tersebut difungsikan oleh kalangan pesantren sebagai referensi nilai universal dalam mensikapi problematika kehidupan
Keberhasilan pesantren dalam mengatur tatanan kehidupan bukan sebuah kebetulan, tapi dengan selalu mempertahankan sistem salaf juga selektif merespon dan mengadopsi kitab-kitab karya ulama-ulama mutaakhirin yang ahlissunnah wal jama'ah, semisal kitab Muhammad Al insan Al kamil,Mafahim, Manhaj Al Salaf karya Al sayid Muhammad Alawy Al maliky, Tafsir Ayatil Al ahkam,karya Dr. Aly Al shobuny, Fiqh Al siroh, Kubro Al Yaqiniyat, Al Salafiyya karya Dr. Said Romdlon Al Bouthy, Al siroh Al Nabawiyyah karya Abu al Hasan al Nadawy dll. Sejak awal keberadaan pesantren telah banyak melahirkan intelektual-intelektual Islam yang mampu menjadi rujukan umat dalam mengkaji sebuah hukum.
Tidak ketinggalan Nahdlotul Ulama (NU) sebagai Jam'iyyah sekaligus gerakan Diniyyah Islamiyyah dan Ijtima'iyyah telah menjadikan fiqh sebagai pijakan dalam memutuskan sebuah hukum, sebagimana dimaklumi, NU mempunyai forum Bahtsul Masail yang dari segi historis maupun operasionalitas merupakan forum yang dinamis, demokratis dan berwawasan luas. Hal ini tentu tidak mengherankan, sebab tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama' (NU) sendiri, kebanyakan adalah jebolan dari pesantren, sehingga selama mereka tidak tergerus oleh arus pemikiran liberal, mereka akan tetap berusaha untuk mengaplikasikan fiqh Islam dalam realitas kehidupan menuju kebahagiaan yang abadi.