Jumat, 12 Februari 2010

BANK SYARI'AH DALAM TATANAN FIQH ISLAM

BANK SYARI'AH DALAM TATANAN FIQH ISLAM

بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله أحمده وأستعينه وأستغفره وأعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا ، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له . وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمداًَ عبده ورسوله. اللهم انفعنا بما علمتنا وعلمنا ما ينفعنا وزدنا علماًَ ، اللهم إنا نسألك الهدى والتقى والعفاف والغنى ، اللهم صل وسلم وبارك على نبينا محمد .

PENGERTIAN BANK SYARIAH

Kata bank dari kata banque dalam bahasa prancis, dan dari banco dalam bahasa Italia, yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti emas, peti berlian, peti uang, dan sebagainya.
Menurut istilah sekarang, Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam.
Sayangnya, didlam sistem yang mengaku sesuai dengan prinsip syari’at ini masih terselip berbagai kelemahan dan penyimpangan. Apalagi disinyalir lebih dari 80% dari lembaga yang ada belum mampu menjalankan prinsip-prinsip syariah secara utuh.
Oleh karena itu, pemakalah ingin sedikit memberikan gambaran dari produk-produk Bank Syari’ah sekaligus titik kelemahan dan penyimpangan. Dan di dalam makalah ini hanya menyebutkan beberapa penyimabngan dari sedikit conto yang tidak menutup kemungkinan juga di temukan beberapa penyimpangan yang lain.

PRODUK-PRODUK BANK SYARIAH

Ada beberapa jenis prodak bank syari`h pada saat ini yang disosialisasikan namun yang paling menonjol adalah Wadi`ah, Mudharobah dan Murabahah. Jadi pemakalah hanya kan membahas ketiga hal tersebut.

1. Simpanan/Tabungan

Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki.

Contoh rekening giro Wadiah :

Tn. Iful memiliki rekening giro wadiah di Bank Muamalat Singgahan dengan saldo rata-rata pada bulan Mei 2009 adalah Rp 1.000.000,-. Bonus yang diberikan Bank Muamalat Singgahan kepada nasabah adalah 30% dengan saldo rata-rata minimal Rp 500.000,-. Diasumsikan total dana giro wadiah di Bank Muamalat Singgahan adalah Rp 500.000.000,-. Pendapatan Bank Muamalat Singgahan dari penggunaan giro wadiah adalah Rp 20.000.000,-.
Bonus yang diterima =

Rp 1.000.000,- x Rp 20.000.000,- x 30 % = Rp 12.000,
Rp 500.000.000,-

Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

Contoh Perhitungan Keuntungan Tabungan Mudharabah :

Tn. Anshori memiliki tabungan di Bank Syariah Singgahan. Pada bulan juni 2002 Saldo rata-rata tabungan Tn. Anshori adalah sebesar Rp 10.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank Syariah Singgahan dengan deposan adalah 40%:60%. Saldo rata-rata tabungan per-bulan di seluruh Bank Syariah Singgahan adalah Rp 10.000.000.000,-. Kemudian pendapatan Bank Syariah Singgahan yang dibagihasilkan adalah Rp 40.000.000,-.


Rp 10.000.000, x Rp 40.000.000,- x 60 % = Rp 24.000,-
Rp 10.000.000.000,-


Tanggapan:
kenyataan di lapangan yang tidak mungkin dipungkiri adalah bahwa sesungguhnya akad ini bukan akad mudharabah tetapi akad pinjaman (qiradh) yang karakteristik intinya adalah harus mengembalikan pinjaman, apapun yang terjadi. Karena hakikatnya adalah penabung memberi pinjaman kepada pihak bank dengan syarat bunga dari persentase bagi hasil. Dan kerugian ditanggung mudharib (bank). Dan Ini menyalahi prinsip mudharabah yang syar’i. karena dalam Mudlarabah, kerugian modal yang terjadi pada usaha mudharabah murni ditanggung modal bukan amil/mudharib .
Karena sebenarnya, semua bank, baik konvensional maupun syariah harus terikat dan dinaungi oleh sebuah lembaga independen yang resmi yaitu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Setiap bank mengasuransikan seluruh dana simpanan nasabah kepada lembaga tersebut, pihak bank yang membayar preminya. Bila terjadi kerugian/pailit pada pihak bank, maka LPSlah yang mengganti semua dana simpanan dari nasabah penabung paling banyak Rp 2 miliar (sesuai Peraturan Pemerintah No. 66 Th. 2008, red.).
Jadi, sebenarnya akad adalah haram dan termasuk Riba Jahiliyah yang di haramkan Islam, Cuma di bungkus dan di tutup-tutupi dengan label Mudlarabah Syar’iyah. Belumlagi praktek ini juga terlibat praktek Asuransi yang di haramkan oleh Islam karena mengandung unus perjudian
" كُلُّ لَعِبٍ تَرَدَّدَ بَيْنَ الْغُنْمِ وَالْغُرْمِ "

2. Pinjaman

A. Al-musyarakah

Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan .

AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Dalam hal ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.

Simulasi Produk Musyarakah
PT. LUHUR memerlukan dana untuk menambah modal kerja usaha perdagangannya sebesar Rp. 500.000.000,- sementara modal kerja sendiri dari PT. LUHUR sebesar Rp. 400.000.000,- atau 80% dari Total Modal Kerja yang diperlukan. Untuk keperluan tersebut PT.LUHUR mengajukan Fasilitas Pembiayaan kepada Bank Muamalat dengan total kebutuhan dana Rp. 1.000.000.000,-
Plafond : Rp. 100.000.000,-
Jangka Waktu : 24 bulan
Nisbah Bagi Hasil : (berdasarkan Laba Bersih) : 20% untuk bank dan 80% untuk nasabah (PT. LUHUR)
Obyek Bagi Hasil : Laba Bersih
Biaya Administrasi : Rp. 1.000.000.-
Pembayaran Bagi Hasil : Dilaksanakan setiap akhir bulan
Pengembalian Pokok : PT. LUHUR wajib mengakumulasi keuntungan setiap bulan dan menyisihkannya untuk pengembalian waktu

B. AI-mudharabah

Pengertian AI-mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.

Dalam dunia perbankan Al-mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.

Simulasi al-Mudlarabah
PT. NIAGA ABADI memerlukan dana untuk menambah modal kerja usaha perdagangannya. Untuk keperluan tersebut PT. NIAGA ABADI mengajukan Fasilitas Pembiayaan kepada Bank Muamalat dengan total kebutuhan dana Rp. 100.000.000,- Setelah dilakukan analisa keuangan, maka disetujui Fasilitas Mudharabah olah Bank Muamalat kepada PT. NIAGA ABADI, dengan persyaratan Fasilitas Mudharabah sebagai berikut :
Plafond : Rp. 100.000.000,-
Jangka Waktu : 24 bulan
Nisbah Bagi Hasil : (berdasarkan Laba Bersih) : 20% untuk bank dan 80% untuk nasabah (PT. NIAGA ABADI)
Obyek Bagi Hasil : Laba Bersih
Biaya Administrasi : Rp. 1.000.000.-
Pembayaran Bagi Hasil : Dilaksanakan setiap akhir bulan
Pengembalian Pokok : PT. NIAGA ABADI wajib mengakumulasi keuntungan setiap bulan dan menyisihkannya untuk pengembalian wa



Tanggapan:
Sekilas, dari gambaran diatas tidak ada masalah, tapi tahukah anda dari mana sumberdana bank tersebut?
Sebenarnya sumber dana bank berasal dari:
- modal pemegang saham
- titipan (tabungan) dengan sistem wadi’ah.
- investasi (tabungan) dari nasabah dengan sistem mudharabah.
Intinya, bank menghimpun dana dari nasabah-nasabah penabung selaku shahibul maal yang sesungguhnya. Jadi pada hakikatnya, pihak bank tidak memiliki modal hingga layak disebut pemilik modal (shahibul maal).
Kesimpulannya, bank hanyalah sebagai perantara/wakil para nasabah penabung untuk melakukan akad mudharabah dan yang lainnya dengan nasabah peminjam. Inilah yang disebut dengan istilah mudharabatul mudharib (مُضَارَبَةُ الْـمُضَارِبِ).
Dan sistem ini menurut diperbolehkan jika ada izin khusus dari nasabah penabung (shahibul maal) dan mudharib (bank) tidak mendapatkan laba mudharabah tapi hanya dapat ujratul mitsli lilwakalah (upah sebagai wakil) baik terlibat langsung dalam usaha atau tidak.
Sedang dalam prakteknya, bihak Bank tidak mendapat izin khusus dari para nasabah penabung pada umumnya. Dan kenyataan yang terjadi, pihak bank mengambil keuntungan bukan upah wakalah.
Dan masalahnya lagi adalah: Bila terjadi kerugian pada usaha nasabah di luar prediksi semua pihak, maka dalam praktik yang terjadi di dunia bank syariah cukup beragam. Perlu diketahui, bahwa semua bank mempersyaratkan pada akad mudharabah, semua aset nasabah yang digunakan untuk usaha harus diasuransikan terlebih dahulu. Ini sebagai upaya pengamanan bilamana terjadi sesuatu di luar prediksi semua pihak.
1. Sebagian bank syariah langsung melakukan penyitaan aset nasabah yang mengalami kebangkrutan atau menuntut pengembalian modal mudharabah.
Tindakan ini sangat jelas menunjukkan bahwa kerugian ditanggung amil. Ini jelas menyalahi prinsip mudharabah yang syar’i. Yaitu ketika terjadi kerugian akan ditanggung oleh pemodal (shohobul maal). Jadi, akad ini sesungguhnya bukan qiradh (mudharabah) tapi qardh (pinjaman) yang harus ada pengembalian pinjaman apapun yang terjadi pada pihak peminjam. Berarti akad di atas termasuk dalam sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi: “ كل قرض جر منفعة فهو ربا”
2. Sebagian bank syariah tidak berani melakukan penyitaan secara langsung karena paham tentang konsekuensi akad mudharabah yaitu kerugian ditanggung bank. Mereka pun melakukan upaya lain yaitu kompromi (ishlah) dengan pihak nasabah. Misal: Meminta nasabah menjual aset yang ada.
Ujung-ujungnya sama dan itulah letak permasalahannya yaitu modal mudharabah kembali, kerugian ditanggung amil (nasabah)
Padahal kalau sesuai dengan prinsip mudharabah yang syar’i, kerugian yang terjadi selama bukan karena kelalaian dan kecerobohan amil murni ditanggung sepenuhnya oleh penanam modal, dalam hal ini adalah bank. Amil tidak dibebani apapun kecuali dia rugi tidak dapat laba dari usaha tersebut.
Dan juga bila usaha nasabah berikut asetnya terkena musibah (peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan/extraordinary, red.), seperti kebakaran yang menghanguskan, maka yang dilakukan oleh pihak bank adalah mengurus klaim dari perusahaan asuransi. Apabila klaim cair maka langsung masuk ke pihak bank untuk mengembalikan modal mudharabah, bila ada lebihnya baru masuk ke nasabah.
Upaya ini pun juga menunjukkan hasil yang sama yaitu modal harus kembali, kerugian ditanggung nasabah.

3. Bai'al Murabahah

Pengertian Bai' al-Murabahah merupakan kegiatan jual beli pada harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus terlebih dulu memberitahukan harga pokok yang ia beli ditambah keuntungan yang diinginkannya.
Dalam dunia perbankan kegiatan Bai'al-Murabahah pada pembiayaan produk barang-barang investasi baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Letter of credit atau lebih dikenal dengan nama L/C.

Simulasi al-Mudlarabah
PT. TERUS MAJU perusahaan yang bergerak di bidang Percetakan memerlukan Mesin Cetak seharga Rp. 100.000.000, -. PT TERUS MAJU memiliki langgnanan supplier mesin yaitu PT. TRAKANTA. PT TERUS MAJU mengajukan fasilitas MURABAHAH kepada Bank Muamalat Indonesia.
Setelah Account Manager Bank Muamalat mereview neraca dan laporan keuangan serta sumber pengembalian dari PT TERUS MAJU, maka telah disetujui permohonan Fasilitas Murabahah sebagai berikut:
Harga Beli Barang dari Supplier Rp. 100.000.000, -
Margin Bank Muamalat (Margin setara 20% pa. effektif) sebesar Rp. 22.149.950,-
Harga Jual pada PT TERUS MAJU (Harga Jual = Harga Beli + Margin) sebesar Rp. 122.149.950
Biaya Administrasi Rp. 1.000.000,-
Supplier yang ditunjuk PT. TRAKANTA
Jangka Waktu Pelunasan 24 bulan.
Angsuran/Bulan Rp. 5.089.580,-/ bulan.
Akad bai' al murabahah memang di legalkan dalam Syara', tapi dengan dua syarat:
Pertama, Sebelum melakukan akad dengan PT. Terus Maju, Bank Mu’amalat harus membeli mesin tersebut dan membawa mesin tersebut ke tempat kepemilikannya. Hal tersebut agar Bank Mua’amalat tidak tergolong kepada orang menjual barang yang belum dia miliki -sedang hal tersebut adalah haram sebagaimana dalam nash hadits Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam-.
Kedua, Setelah Bank Mu’amalat memiliki barang, kemudian ternyata PT. Terus Maju membatalkan niat membeli barang, maka Bank Mu’amalat tidak boleh mengharuskan PT. Terus Maju untuk
Membelinya.
Tanggapan:
Tapi kenyataan yang ada, dalam sistem murabahah ini tidak membeli mesin tersebut dan membawanya melainkan dengan praktek seperti di bawah ini:
1. Pihak bank lalu menulis transaksi tersebut dengan pemohon dengan mengatakan: “Kami jual barang tersebut kepada anda dengan harga Rp. 122.149.950 dan biaya Administrasi Rp. 1.000.000,- selama 24 bulan. .” Selanjutnya bank menyerahkan uang Rp. 100.000.000 kepada pemohon dan berkata: “Silahkan datang ke PT. TRAKANTA dan beli barang tersebut.” Dan transaksi di atas dilakukan di kantor bank.
2. Pihak bank menelpon PT. TRAKANTA dan berkata “Kami membeli barang dari anda." Selanjutnya pembayaran dilakukan via transfer lalu pihak bank berkata kepada pemohon: “Silahkan anda datang ke PT. TRAKANTA tersebut dan ambil barangnya.”
Hukum dua jenis transaksi di atas ini adalah haram sebab pihak bank menjual sesuatu yang belum dia terima.
3. Pihak bank datang langsung ke PT. TRAKANTA membeli barang tersebut dan berkata kepada pihak PT. TRAKANTA: “Berikan barang ini kepada si fulan .” Sementara akad jual beli dengan tambahan keuntungan antara pihak bank dan pemohon sudah purna sebelum pihak bank berangkat ke PT. TRAKANTA.
Hukum transaksi inipun haram sebab pihak bank menjual sesuatu yang tidak dia miliki.
Hakikat akad ini adalah pihak bank menjual nominal harga barang dibayar dengan nominal harga jual dengan formalitas sebuah barang dan ini adalah riba fadhl.
4. Pihak bank datang ke PT. TRAKANTA membeli barang tersebut dan berkata: “Biarkan barang ini di sini sebagai titipan.” Lalu pihak bank mendatangi pemohon dan mengatakan: “Pergi dan ambil barang tersebut di PT. TRAKANTA.”
Hukum akad ini juga haram sebab termasuk termasuk menjual sesuatu yang belum diterima.

PENUTUP DAN KESIMPULAN

Menurut hemat pemakalah, Istilah Bank Syari’ah sebenarnya hanya sebagai akal-akalan para pelaku Riba saja. Karena dalam kenyataannya simtem yang di pakai terlalu memaksakan dan tidak mau rugi.
Kalau pun perbankan punya kewajiban membagi hasil dalam setiap tahun, misalnya, ketentuan pembagian hasil itu tidak diketahui secara pasti oleh para nasabahnya. Selain itu selama dalam setahun uang nasabah tersimpan, dipastikan akan dimanfaatkan oleh perbankan syariah untuk diputar di bank konvensional. Ini bisa dilihat di counter bank syariah yang didirikan oleh perbankan konvensional, seperti Bank Syariah Danamon, Syariah BRI, dll. Dengan demikian pertanyaannya, dari mana bank syariah (terutama yang kedudukannya di bawah bank konvensional) bisa mengatakan sebagai bank Islam sementara arus uang nasabah dikelola seperti bank konvensional?
Karena itu, sungguh aneh jika keinginan kalangan perbankan syariah ngotot mengatakan sistem bagi hasil sebagai representasi hukum Islam, tetapi ternyata pengelolaannya tetap tidak beranjak dari sistem keuangan kapitalisme yang diharamkan.
Akhirnya, kita harus tetap waspada dan jangan sampai terjerumus dalam permainan mereka dengan memperbolehkan Bank Syari’ah dengan dalih apapun karena sabda Nabi Muhammad SAW:
« لعن الله آكل الربا وموكله وشاهديه وكاتبه والمحلل والمحلل له »
Dan semoga kita selalu terjaga dari Riba dan semua yang di haramkan oleh Allah SWT.. amien...

الفقه الإسلامي وأدلته - (5 / 587)
وإذا تلف المال في يده من غير تفريط لم يضمن؛ لأنه نائب عن رب المال في التصرف، فلم يضمن من غير تفريط، كالوديع.وإذا ظهرت خسارة كانت على رب المال وحده، واحتسب أولاً من الربح إن كان في المال ربح.
وإن شرط على العامل ضمان رأس المال إن تلف، بطل الشرط والعقد صحيح عند الحنفية والحنابلة. وبناء عليه: يكون تشغيل المال على حساب الربح مع ضمان رأس المال صحيحاً والشرط باطل
الفقه الإسلامي وأدلته - (5 / 594)
وحينئذ يظل القراض مع العامل الأول صحيحاً، ويستحق العامل الثاني من الأول أجر المثل إذا عمل (1) ؛ لأن القراض على خلاف القياس
الاقناع في حل ألفاظ أبى شجاع
فصل : في الشركة هي بكسر الشين وإسكان الراء وبفتح الشين مع كسر الراء وإسكانها لغة الاختلاط وشرعا ثبوت الحق في شيء لاثنين فأكثر على جهة الشيوع هذا والأولى أن يقال هي عقد يقتضي ثبوت ذلك
فتح الوهاب - (ج 1 / ص 411)
والقراض أخذا مما يأتي توكيل مالك بجعل ماله ببلد آخر ليتجر فيه والربح مشترك بينهما،
فتح المعين - (ج 3 / ص 46)
(ويبطل تصرف) ولو مع بائع (بنحو بيع) كهبة، وصدقة، وإجارة ورهن، وإقراض: (فيما لم يقبض، لا بنحو إعتاق) وتزويج، ووقف